Blog Sita Rosita – Selasa, 31 Desember 2013 02:59 WIB
Nelayan Tamak |
Adik-adik, tentu di sekolah gurumu pernah menceritakan tentang sungai terbesar di Kalimantan Barat dalam pelajaran IPA yang dikenal dengan nama Sungai Kapuas. Ya, Kapuas adalah sungai terbesar dan terpanjang di Kalimantan, bahkan namanya pun terkenal di seluruh Nusantara bahkan mungkin di dunia. Adi-adik terkasih, Sungai Kapuas merupakan induk sungai yang memiliki beberapa anak sungai, di antaranya adalah sungai “Kawat” yang akan kak Sita ceritakan melalui tulisan ini. Tentu adik-adik bertanya; Apa sebabnya bernama Sungai Kawat? Bagaimana asal terjadinya Sungai Kawat itu? Baiklah, sekarang kakak akan menceritakannya. Beginilah ceritanya!
Diceritakanlah pada masa dahulu, hidup seorang nelayan sungai bersama istri dan anak-anaknya yang tinggal di daerah tepian sungai. Keluarga nelayan ini hidup miskin dan serba kekurangan. Mata pencahariannya sehari-hari hanya dari hasil menangkap ikan di sungai yang dekat dengan tempat tinggal mereka. Jika nasibnya mujur mereka banyak mendapatkan ikan, tapi jika bernasib sial tak mendapatkan ikan sama sekali.
Suatu ketika saat ia sedang memancing ikan dengan mendayung perahunya ke tengah sungai, ia merasa salah satu pancing yang dibawanya telah mengenai sasaran, dimakan oleh ikan. Ia sangat gembira sekali karena sudah sekian lama menunggu, hampir seharian penuh ikan-ikan belum ada yang memakan pancingnya.
“Syukurlah, ikan akhirnya menyantap umpan pancingku, padahal aku hampir putus asa karena sudah seharian menanti belum ada ikan yang menyatap pancingku.”
Demikian gerutu sang nelayan dalam hati sambil menarik pancingnya perlahan-lahan. Akan tetapi ia merasa heran karena pancingnya terasa sangat berat tidak seperti biasanya jika ikan-ikan memakan pancingnya. Ia terus menarik lebih keras lagi. Beruntunglah tali pancingnya cukup kuat sehingga tidak mengalami hal yang tak diinginkan, putus saat menariknya keras-keras.
“Akh, berat sekali, ikan apa ini? Mudah-mudahan saja ikan besar yang memakan umpan pancingku!”
Demikian tanya sang nelayan dalam hati, mengharap ikan yang didapat adalah ikan yang cukup besar sehingga ia bisa menjualnya di pasar lelang! Ia terus menarik tali pancingnya lebih keras lagi, akan tetapi apa yang dilihatnya? Ternyata bukan ikan yang didapat melainkan tali kawat berkilauan berwarna kuning emas. Ya, kali ini sang nelayan sedang bernasib mujur dan sangat beruntung sekali karena yang didapat adalah memang emas yang berupa tali kawat yang panjang. Ia terus menarik tali kawat emas itu dengan girang. Karena pikirnya ia akan menjadi orang kaya dengan emas yang didapat dari sungai itu. Timbul nafsu tamaknya, sebagaimana sifat manusia pada umumnya yang tak pernah puas dengan apa yang telah didapatnya.
Dengan tak mengenal lelah, karena hati dan pikirannya telah dikuasai oleh nafsu serakah yang luar biasa, ia terus menarik tali kawat emas itu dengan sekuat-kuatnya kedalam perahunya hingga tak disadari perahunya sudah penuh dengan gulungan emas yang berlimpah. Perahunya sudah tak mampu lagi menerima beban yang demikian berat . air sungai pun sudah mulai masuk ke dalam perahu yang ditumpanginya itu. Pada saat yang bersamaan tiba-tiba terdengar suara dari dasar sungai memperingatkan sang nnelayan agar menghentikan perbuatannya,
“Sudah, sudaaah, potong saja kawatnya, perahumu tak kuat lagi menampung beban!”
Demikian suara peringatan yang terdengar entah dari siapa dan dari arah mana datangnya suara itu? Akan tetapi karena hati sang nelayan sudah dikuasai oleh ketamakannya, nafsu serakahnya, ia pura-pura tak mendengar suara itu. Pada saat itu sekali lagi terdengar suara peringatan yang ditujukan kepadanya,
“Sudah, sudah , sudaaah, berhenti, hentikan itu, cepatlah menepi, tinggalkan perahumu, cepaaat!"
Sang nelayan terus saja menarik kawat emas itu, ia benar-benar sudah dirasuki nafsu serakah yang teramat besar sampai tak mendengar lagi peringatan yang bisa menolong dirinya jika dindahkan, akan tetapi itu semua sudah terlambat dan tak ada gunanya lagi merapat. Akhirnya perahunya tenggelam ke dasar sungai bersama-sama dengan dirinya. Terdengar jeritan keras minta tolong dari mulut sang nelayan yang menemui ajal mati tenggelam ke dasar sungai bersama-sama ketamakannya. Sungai tempat terjadinya peristiwa tenggelamnya sang nelayan yang tamak itu sampai sekarang dikenal dengan nama “Sungai Kawat.”
Nah, adik-adik! Oleh karena itu berupayalah untuk melenyapkan nafsu tamak dan serakah yang mungkin saja timbul dalam dirimu. Jangan bersikap sombong terhadap teman-temanmu baik di rumah dan di sekolah. Hormati dan patuhlah kepada kedua orang tuamu yang sudah membesarkanmu dengan penuh kasih sayang. Salam dari kak Sita, dan selamat Tahun Baru 2014.
Penulis :
Sita Rosita
Pangarakan, Bogor
Referensi :
MB. Rahimsyah
Kumpulan Cerita Rakyat Nusantara
CV. Beringin 55, Solo
Sita Blog: "NINA BOBO": Asal Nama Sungai Kawat (Cerita Rakyat Kalimantan): Blog Sita Rosita – Selasa, 31 Desember 2013 02:59 WIB Nelayan Tamak Adik-adik, tentu di sekolah gurumu pernah menceritakan t...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar