Sabtu, 29 Juni 2013

Slamet Priyadi: "Tradisi Saweran Dalam Upacara Perkawinan Masyarakat Sunda"

Slamet Priyadi Blog│Sabtu, 23 Juni 2013│07:26 WIB
Jagad Perwira dan Bunga Restu Dewi Putri syah menjadi pasangan suami istri
Pada hari Jumat, 15 Juni 2013 pukul 09:20, saya menyaksikan prosesi pernikahkan putra kedua saya, "Jagad Perwira" dengan "Bunga Restu Dewi Putri", putri kedua dari bapak Encep Hudri dan ibu Euis (besan) di rumahnya yang beralamat di kampung Tejo Ayu, Cicurug, Sukabumi.
 
Pelaksanaan Ijab Qobul
Ada acara yang cukup unik dan menarik dari keseluruhan prosesi upacara perkawinan tersebut, yaitu acara setelah prosesi pernikahan atau Ijab Kabul Sang Pengantin selesai dilaksanakan yaitu berupa tradisi “Saweran. Dan, tradisi saweran ini merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sebuah prosesi upacara perkawinan masyarakat sunda secara turun-temurun dilakukan.
 
Acara Saweran Berisi Pituah Bagaimana Seharusnya Berumah Tangga
Dalam pelaksanaannya acara saweran ini dipandu oleh seorang juru sawer yang biasanya diperankan oleh seorang wanita yang tingkat religi, pengalaman dan pengetahuannya dalam seluk beluk bahtera kerumahtanggaan cukup mendalam. Apa yang disampaikan dalam tembang-tembang yang dilantunkannya berisikan pituah-pituah khusus  untuk sang pengantin agar mereka di kemudian hari mampu mengarungi bahtera rumahtangga secara damai, sejahtera, harmonis dan bahagia.
Pada acara Saweran ini, kedua mempelai duduk secara berdampingan, yang didampingi oleh orangtua masing-masing mempelai. Sebuah payung berwarna kuning emas memayungi keduanya. Lantunan tembang-tembang berlanggam sunda disampaikan oleh juru sawer, berisikan pituah-pituah bagaimana seharusnya menjalani kehidupan sebuah mahligai rumah tangga bahagia. Selanjutnya, juru sawer di tengah-tengah lantunan tembang-tembang yang dinyanyikan, menebarkan berbagai jenis benda yang ada dalam “bokor” yang biasanya berisi koin uang recehan, beras, bunga, permen, dan lain-lain kepada semua yang hadir, baik para sanak keluarga maupun para undangan.
 
Add caption
Menurut juru sawer, hal itu merupakan perlambang seperti; uang sebagai lambang kemakmuran, beras sebagai lambang kesejahteraan, permen sebagai lambang bahwa, sepahit apapun proses kehidupan yang dijalani dalam hidup berumah tangga, harus selalu diselesaikan dengan cara yang manis semanis rasa permen.
Yang menarik adalah acara saweran ini merupakan acara yang paling dinanti-nantikan dan sangat disukai anak-anak yang hadir di situ yang pada umumnya mereka adalah anak-anak dari pihak sanak keluarga sendiri dan ada juga putera atau puteri dari para undangan yang ikut orang tuanya saat menghadiri pesta perkawinan. Mereka semua saling berlarian, melompat sana sini, saling berebut koin uang recehan dengan perasaan suka cita dan riang gembira.
Berkait dengan ini, Juru Sawer lebih jauh menegaskas, Tradisi Saweran yang dilakukan pada setiap upacara perkawinan atau upacara khitanan dalam keluarga masyarakat Sunda merupakan lambang rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah rizki yang telah diberikan dan dimilikinya. Lain daripada itu , upacara ritual Tradisi Saweran juga bertujuan agar kedua mempelai pasangan pengantin dapat memahami makna yang terkandung di dalamnya bahwa di dalam hidup ini, agar selalu saling berbagi, saling membantu, saling bekerja sama, saling tolong menolong terhadap sesama.
Referensi:
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1982. Adat dan Upacara Perkawinan Daerah Jawa Barat. Jakarta: Depdikbud
Penulis:
Slamet Priyadi