Pentas Wayang |
KAMIS, 03 JANUARI 2013 – Blog Sita: “NUSANTARAKU”: Dalam buku “Sejarah Wayang Purwa” tulisan
R. Harjawiguna, beliau menuturkan, Wayang Purwa adalah sebagai perlambang
kehidupan manusia di dunia ini. Adapun asal-usul wayang berawal dari Sang Hyang
Manikmaya (Betara guru) dan Sang Hyang Ismaya (Semar) sebagai Dewa. Manikmaya
dan Ismaya adalah putra Sang Hyang
Tunggal. Kedua putra itu awalnya berupa
cahaya dan terjadinya pada waktu yang bersamaan. Manikmaya bersinar-sinar sedang Ismaya
bercahaya kehitam-hitaman. Kedua cahaya itu berebut tua.
Melihat ini lalu Sang Hyang Tunggal
bersabda, bahwa cahaya kehitam-hitamanlah yang tertua. Akan tetapi, cahaya kehitaman ini tidak bisa
berjiwa sebagai Dewa dan diberi nama Ismaya, yang memiliki sifat-sifat sebagai
manusia dan dititahkan agar tetap tinggal di dunia untuk mengasuh turunan Dewa
yang berdarah Pandawa dengan nama Semar
yang diwujudkan dalam bentuk tubuh dan rupa manusia berwajak buruk.
Sedangkan cahaya yang bersinar-sinar
diberi nama Manikmaya, dia tetap
tinggal di Suralaya (Kerajaan Dewa). Dengan
keputusan ini Manikmaya merasa bangga, karena ia tak punya cacat dan sangat berkuasa.
Akan tetapi perasaan bangga dan angkuh semacam itu justru merupakan kelemahan dan cacat dari Manikmaya
karena sebagai dewa seharusnya sifat-sifat seperti itu tak dimiliki oleh
seorang dewa.
Kedua peristiwa ini adalah sebagai
perlambang. Ismaya sebagai lambang badan
manusia yang kasar dan Manikmaya sebagai lambang kehalusan bathin manusia. Jiwa yang kasar (Semar) senantiasa menjaga dan
mengendalikan kelima Pandawa sebagai symbol 5 indera manusia yaitu:
1. Yudistira, Indera hidung
2. Bima, Indera telinga
3. Arjuna, Indera mata
4. Nakula, Indera mata
5. Sadewa, Indera peraba badan
Kelima indera ini atau kelima Pandawa
hendaknya jangan sekali-kali menempuh jalan kesalahan, seperti 1) Hidung sebagai indra penciuman, jangan hanya
senang pada saat mencium bau yang harum dan serba wangi, 2) Telinga sebagai
indra pendengaran, jangan hanya mendengarkan pada suara yang merdu, 3) Mata sebagai
indra penglihatan, jangan hanya melihat pada keindahan dan sebagainya. 4) Mulut
harus dijaga jangan sampai mengucap perkataan yang tidak baik. 5) Tubuh atau
badan sebagai indra peraba harus dijaga jangan sampai melakukan sesuatu yang
melanggar etika.
Seyogyanya kelima indera manusia itu,
jangan sampai salah dalam penggunaannya, dan harus selalu dijaga. Kebaikan dan
keburukan semuanya berasal dari perbuatan kita sendiri. Oleh karena itu sedapat
mungkin kedua jalan tersebut dikembalikan pada pertimbangan ketenangan hati dan
nurani.
Inilah tugas Semar untuk menjaga
Pandawa agar mereka menjauhi permusuhan dengan Kurawa, ialah nafsu amarah. Akan
tetapi Manikmaya (bathin) yang senantiasa menggoda dan mudah mengusik rasa jiwa
yang menunjukkan pada kesalahan, maka Pandawa dan Kurawa tak henti-hentinya
berperang, hingga pada perang pamungkas perang penghabisan, perang Baratayuda
akhirnya dimenangkan oleh pihak Pandawa.
Berkait dengan ini mungkin ada yang
beranggapan bahwa Batara Guru atau Manikmaya yang paling benar dan berkuasa
segalanya. Akan tetapi ingat, Manikmaya masih memiliki sifat lemah yaitu
keangkuhannya yang merasa dirinya paling benar dan paling sempurna. Apabila ia
sangat berkuasa dan sempurna tentulah tidak akan ada cacat pada dirinya. Jika memang
Manikmaya berkuasa tak terhingga, akan tetapi masih ada kebijaksanaan Semar
yang dapat mengatasi kekuasaan Manikmaya tersebut. (Referensi: * Sejarah Wayang Purwa
/ R.Harjawiguna * Unsur Islam Dalam Pewayangan / Drs. H. Effendi Zarkasi *
Karakter Tokoh Pewayangan Mahabarata / Sri Guritno.)
EDITOR:
Sita S.Priyadi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar