DOK
INDONESIA.TRAVELDesa Madobak, Ugai, dan Matotonan memiliki keunikan budaya
masing masing.
Kamis, 3 Januari 2013 | 15:07 WIB - KOMPAS.com - Desa Madobak, Ugai dan Matotonan sebenarnya tidak
didesain untuk destinasi wisata, tapi budaya tradisional dan hidup mereka
sangat lestari dan unik, membuat desa ini menarik perhatian wisatawan.
Terletak di hulu sungai Siberut
Selatan. Untuk mencapai desa ini mulailah dari Muara Siberut, Anda harus
mengambil rute Purou-Muntei-Rokdok-Madobak-Ugai-Butui-Matotonan. Setiap desa
memiliki keunikan budaya masing masing.
Madobak, contohnya sangat terkenal
dengan air terjun Kulu Kubuk yang dingin. Air terjun ini memiliki dua tingkatan
dengan tinggi 70 meter. Setiap desa juga terkenal dengan rumah tradisionalnya,
secara lokal dikenal dengan Uma, dan upacara tradisionalnya yang dipentaskan
oleh Sikerei atau Shaman.
Upacara tradisional ini biasanya
dipentaskan selama pesta pernikahan dan memasuki rumah baru, tujuannya untuk
mengusir roh-roh jahat. Shaman di ketiga desa ini masih setia mengenakan celana
dalam dan ikat kepala (Luat) yang terbuat dari manik-manik berwarna-warni.
Beberapa penduduk lokal masih
memiliki tato tradisional Mentawai yang terbuat dari tebu dan pewarna arang
kelapa. Tato ini dibuat dengan menggunakan paku dan jarum dan dua buah kayu
sebagai bantalan dan palu. Menurut penduduk lokal, proses membuat tato ini
sangat menyakitkan.
Berkeliling
Mengunjungi ketiga desa ini
merupakan pengalaman yang luar biasa. Kehidupan alami mereka dapat terlihat
dari rumah kayu Uma, sagu yang diproses menjadi makanan pokok mereka, kapal
motor di pinggir sungai dan budaya lokal mereka yang beraneka ragam. Di pedesaan ini, penduduk
menggunakan kayu untuk memasak. Melihat penduduk mengambil sagu dengan ember
mereka merupakan kegiatan menarik untuk disaksikan. Selain mengunjungi air terjun Kulu
Kubuk di desa Madobak atau area perbatasan Taman Nasional Siberut di desa
Matotonan, pengunjung dapat berinteraksi dengan kehidupan keseharian masyarakat
lokal dan berpartisipasi dalam upacara tradisional mereka.
Transportasi
Anda bisa mengunjungi pedesaan ini
melalui Sungai Rereget. Sungai ini merupakan jalan menuju hulu dari pantai di
Muara Siberut. Dengan waktu sekitar 3 jam untuk sampai ke Madobak, 4 jam ke
Ugai dan lima atau 6 jam ke Mototona dengan menggunakan kapal motor. Selama musim ramai, waktu perjalanan
akan sedikit singkat. Anda disarankan untuk menggunakan kapal motor yang kecil
yang dikenal dengan pompong.
Jarak antara Muara Siberut dan
Matotonan, merupakan desa paling terpencil, sekitar 40 km. Sayangnya, Sungai
Rereget berliku-liku dan menanjak. Anda bisa melihat pohon-pohon sagu di kedua
belah sisi sungai.
Untuk mengunjungi Muara Siberut dari
pintu kedatangan di Bandara Internasional Minangkabau, Sumatera Barat,
pengunjung harus ke pelabuhan Muara Padang dengan menggunakan bus. Dari sana,
pengunjung menggunakan kapal motor untuk menyeberang Samudera Hindia menuju
Pulau Siberut.
Jadwal kapal dari Padang ke Siberut
hanya dua kali seminggu yakni Minggu malam (kapal Sumber Rezeki Baru) dan Kamis
malam (kapal Simasin) perjalanan ini sekitar satu hari berarti kapal kembali ke
Padang pada hari Selasa dan Jumat malam. Harga tiket Rp 105.000 sampai Rp
125.000.
Selain itu juga, ada kapal tambahan
beroperasi pada minggu pertama dan kedua setiap bulan. Kapal Ambu-Ambu
berangkat pada Sabtu malam dari Muara Padang dan kembali dari Siberut ke Padang
pada Minggu malam. Jika Anda mengambil jalan dari
Tuapejat, yang merupakan ibu kota dari distrik Mentawai maka dari Bandara
Internasional Minangkabau, Anda bisa menyewa pesawat kecil seperti Tiger Air
atau SMAC ke Tuapejat di Pulau Sipora. Setelah itu, Anda bisa menyewa kapal
untuk perjalanan sekitar 3 sampai 4 jam ke Muara Siberut.
Ikuti twitter Kompas Travel di @KompasTravel
Sumber :
Editor :
I Made Asdhiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar