02 Oktober 2013 | 22:40 wib - KONSEP hasthabrata muncul dalam cerita pewayangan Jawa dengan lakon 'Iwahyu Makutharama'
yang mengisahkan tentang pemberian wejangan (fatwa) seorang Pandita
bernama Wiswamitra yang ditujukan kepada Sri Rama yang akan dinobatkan
menjadi raja menggantikan ayahandanya. Konon, ajaran hasthabrata
tersebut selalu dipedomani untuk dijadikan fatwa terhadapputra mahkota
yang akan dinobatkan menjadi raja-raja Jawa. Hasthabrata terdiri dari
kata hastha yang berarti delapan dan kata brata yang berarti sifat baik.
Brata yang pertama adalah SURYA yang berarti matahari. Sifat menerangi yang dimiliki oleh matahari dalam bahasa jawa dimaknai sebagai 'gawe pepadang marang ruwet rentenging liyan' yang berarti harus mampu membantu mengatasi kesulitan atau memecahkan problem-problem yang dihadapi oleh anak buahnya.
Brata yang kedua adalah BAWANA yang
berarti bumi. Bumi diibaratkan sebagai ibu pertiwi. Sebagai ibu
pertiwi, bumi memiliki peran sebagai ibu, yang memiliki sifat keibuan,
yang harus memelihara dan menjadi pengasuh, pemomong, dan pengayom bagi
makhluk yang hidup di bumi. Implementasinya adalah kalau sanggup menjadi
pemimpin harus mampu mengayomidan melindungi anak buahnya.
Brata yang ketiga adalah CANDRA yang
berarti bulan. Implementasinya bagi pemimpin ialah pemimpin dalam
memperlakukan anak buahnya harus dilandasi oleh aspek-aspek
sosio-emosional. Pemimpin harus memperhatikan harkat dan mertabat
pengikutnya sebagai sesama. Terhadap pengikutnya harus menghormati
sebagai sesama manusia. Dalam konsep Jawa hal ini disebut 'nguwongke'.
Brata keempat adalah KARTIKA yang
berarti bintang. Bintang dapat menggambarkan dambaan cita-cita, tumpuan
harapan, sumber inspirasi. Seorang pemimpin harus memiliki cita-cita
yang tinggi, berpandangan jauh kedepan, pemberi arah, sumber inspirasi,
dan tumpuan harapan.
Brata yang kelima adalah TIRTA yang
berarti air. Seorang pemimpin harus mempunyai kemampuan untuk
menyesuaikan diri dengan siapapun termasuk pengikutnya (adaptif). Air
selalu mengalir ke bawah, artinya pemimpin harus memperhatikan potensi,
kebutuhan dan kepentingan pengikutnya, bukan mengikuti kebutuhan
atasannya.
Brata yang keenam adalah MARUTA, yang berarti
angin. Secara alami angin memiliki sifat menyejukkan, angin membuat
segar bagi orang yang kepanasan. Angin sifatnya sangat lembut. Seorang
pemimpin harus bisa membuat suasana kepemimpinan sejuk, harmonis, dan
menyegarkan.
Brata yang ketujuh adalah DAHANA, yang
berarti api. Secara alami, api memiliki sifat panas, dan dapat membakar.
Seorang pemimpim memiliki sifat pembakar semangat, pengobar semangat,
dan memiliki peran sebagai motivator dan inovator bagi pengikutnya.
Brata yang kedelapan adalah SAMODRA, yang
berarti lautan atau samudra. Pemimpin harus memiliki wawasan yang luas
dan dalam, seluas dan sedalam samudra. Samudra juga bersifat menampung
seluruh air dan benda-benda yang mengalir kearah laut. Seorang pemimpin
harus memiliki sifat menampung semua kebutuhan, kepentingan, dan isi
hati dari pengikutnya, serta pemimpin harus bersifat aspiratif.
Dalam
teori kepemimpinan yang lain ada beberapa filsafat lagi yang banyak
dipakai, agar setiap pemimpin (Khususnya dari Jawa) memiliki sikap yang
tenang dan wibawa agar masyarakatnya dapat hidup tenang dalam
menjalankan aktifitasnya seperti falsafah: Ojo gumunan, ojo kagetan lan ojo dumeh.
Maksudnya, sebagai pemimpin janganlah terlalu terheran-heran (gumun)
terhadap sesuatu yang baru (walau sebenarnya amat sangat heran), tidak
menunjukkan sikap kaget jika ada hal-hal diluar dugaan dan tidak boleh
sombong (dumeh) dan aji mumpung sewaktu menjadi seorang
pemimpin.Intinya falsafah ini mengajarkan tentang menjaga sikap dan
emosi bagi semua orang terutama seorang pemimpin.
(Eko Wahyu Budiyanto/CN37)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar